Minggu, 11 Desember 2011

Anak Cerdas dan Berbakat

Para ahli dengan hasil penelitiannya (Thompson, Berger, Berry, 1980; Krech, 1969; Maclean, 1979) menunjukkan bahwa secara biologis memang ada perbedaan struktur otak antara anak cerdas dan berbakat dengan anak normal. Anak cerdas dan berbakat mampu memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan sebagai alat berfikir dan seluruh fungsi-fungsi lain (rasa, pendirian, dan intuisi) secara terintegrasi sehingga mewujudkan perilaku kreatif. Atas dasar pemikiran tersebut, maka pemahaman murid cerdas dan berbakat harus bertolak dari pandangan bahwa dia adalah seorang pribadi yang utuh dan selalu berada di dalam interaksinya dengan lingkungan. Pengembangan keutuhan pribadi ini yang saat ini dikenal dengan pengembangan kecerdasan emosional (Daniel Golleman, 1995) seiring dengan kecerdasan intelektual.
3.   Kebutuhan dan Karakteristik Murid Cerdas dan Berbakat
Perbedaan program pendidikan murid cerdas dan berbakat dengan anak biasa bukan sekedar berbeda, tetapi secara kualitatif memang harus berbeda. Perbedaan secara kualitatif ini mutlak perlu karena anak murid cerdas dan berbakat memiliki karakteristik dan kebutuhan serta permasalahan yang berbeda dari peserta didik biasa. Sekalipun pengembangan program pendidikan untuk peserta didik murid cerdas dan berbakat akan menyangkut berbagai pertimbangan aspek filosofis, tujuan pendidikan peserta didik murid cerdas dan berbakat, isi kurikulum, dan proses belajar mengajar. Namun keunikan karakteristik dan kebutuhan peserta didik harus menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan program pendidikan bagi peserta didik murid cerdas dan berbakat.
Dalam upaya mengembangkan model program pendidikan yang kondusif bagi anak murid cerdas dan berbakat, perlu dilakukan analisis kebutuhan dan permasalahan perkembangan yang mungkin mencul dari aspek-aspek seperti aspek kognitif, afektif, sensasi fisik, intuisi, dan kemasyarakatan serta implikasinya bagi pengembangan program pendidikan.
a.       Perkembangan Fisik
Selama usia sekolah, anak berbakat sangat mungkin mengalami kesenjangan antara perkembangan fisik dan intelektual, dan sekolah secara tak sengaja mungkin menghambat aktifitas fisik mereka. Apabila perkembangan intelektual lebih cepat daripada perkembangan fisik, maka anak akan merasa tidak kuat secara fisik, sementara jika tuntutan sensasi fisik kurang menantang secara inteletual akan menjadikan anak berbakat kurang tertarik dan tak akan memperoleh kepuasan melakukan kompetisi di dalam kelompok sebaya. Anak berbakat mungkin pula menunjukkan aktifitas fisik yang berlebihan atau dia menghindari keterlibatan dirinya dalam aktifitas fisik dan hanya membatasi diri pada aktifitas mental.
Melihat karakteristik dan kebutuhan fisik anak berbakat, maka program pendidikan bagi mereka sepatutnya mempertimbangkan kebutuhan untuk melakukan aktifitas yang memungkinkan terjadinya integrasi dan asimilasi data sensoris, apresiasi kapasitas fisik, menjelajahi aktifitas fisik yang menimbulkan kesenjangan kepuasan, menjelajahi aktifitas yang mengarah kepada keterpaduan antara pikiran dan badan.
b.      Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif anak berbakat juga disertai dengan perkembangan kemampuan intuisi yang akan mengarah kepada pemunculan perilaku kreatif. Kreativitas adalah ekspresi tertinggi dari keberbakatan. Kaitan intuisi dengan perilaku kreatif ialah bahwa fungsi intuisi berperan dalam pemunculan inisiatif, imajinatif, dan wawasan bertindak yang mengarah kepada perilaku kreatif. Para hli yang menekuni kreativitas tampaknya cenderung menyimpulkan bahwa perilaku kreatif merupakan integrasi fungsi-fungsi fisik maupun psikis dan bukan semata-mata perilaku intelektual. Intuisi melahirkan imajinasi dan bukan konsep yang bisa terjadi dalam proses primer dan individual yang kreatif akan menemukan bentuk-bentuk proses primer itu di dalam proses sekunder (diwujudkan dalam kenyataan).
Keunikan intuisi anak berbakat ditandai dengan kecenderungan untuk terlibat dan peduli terhadap pengetahuan intuitif dan fenomena-fenomena metafisik, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman metafisik, dan menunjukkan perilaku kreatif dalam benyak hal. Karena kekuatan imajinasi yang luar biasa, anak berbakat mungkin menunjukkan perilaku yang sulit untuk diterima kelompoknya sehingga bisa menimbulkan cemoohan sesamanya atau tidak mendapat tanggapan serius dari orang lain yang lebih tua usianya karena dipandang berperilaku aneh, menyimpang, dan dianggap sebagai pembuat kekacauan.
c.       Perkembangan Emosi
Karakteristik kemampuan kognitif yang tinggi pada anak berbakat dan kepekaannya terhadap dunia sekitar menjadikan anak berbakat memiliki akumulasi informasi yang banyak. Apabila dengan fungsi kognitifnya dia mampu mengolah informasi dan menumbuhkan kesadaran akan diri dan dunianya akan menjadikan anak berbakat menunjukkan perkembangan emosi yang lebih matang dan stabil. Kesadaran yang tinggi ini akan disertai dengan perasaan “berbeda” dari yang lain, idealisme dan kesadaran yang tumbuh lebih awal, kepekaan terhadap ketidak konsistenan perilaku dengan apa yang seharusnya, perkembangan pengendalian diri dan kepuasan internal terjadi lebih awal dan tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi.
Di sisi yang lain karakteristik kognitif yang tinggi belum tentu disertai dengan terjadinya perkembangan emosi yang tinggi pula. Akumulasi informasi yang terjadi pada anak berbakat karena sensitifitas atau kepekaannya terhadap dunia sekitar mungkin tidak mencuat ke kesadaran. Anak berbakat seringkali menunjukkan harapan yang tinggi terhadap dirinya maupun orang lain. Karena harapan ini tidak selalu disertai dengan kesadaran diri, maka tidak jarang membawa dirinya menjadi frustasi terhadap dirinya, orang lain atau situasi. Dalam kondisi seperti ini anak menunjukkan perkembangan emosi yang tidak stabil dan kesulitan dalam menyesuaikan diri.
Motivasi dan daya saing yang kuat, hasrat ingin tahu yang besar, dan minat eksplorasi yang tiada terujung pada anak berbakat mungkin dapat menimbulkan keirian mereka terhadap gurunya, karena gurunya dirasakantidak memahami kebutuhannya. Akibatnya, mereka memiliki gambaran diri terlalu tinggi, selalu menganggap benar pendapat sendiri yang dapat menumbuhkan kesan bersikap angkuh dan sombong. Kecenderungan ini akan menimbulkan masalah sosial dan penyesuaian diri bagi anak berbakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar